Mari berdiskusi tentang MBKM

Program Merdeka Belajar - Kampus Merdeka (MBKM) adalah program yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dan mendorong mahasiswa dalam rangka menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan sosial, budaya, dan dunia kerja, serta kemajuan teknologi yang pesat. Seiring dengan itu, Perguruan Tinggi dituntut untuk dapat merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang inovatif agar mahasiswa dapat meraih capaian pembelajaran mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara optimal dan selalu relevan. Program MBKM diluncurkan pertama kali pada awal tahun 2020, dan telah berjalan hingga saat ini. Tulisan ini mengulas tentang perjalanan pelaksanaan program MBKM di Program Studi Ilmu Komputer Universitas Pendidikan Ganesha selama 2 tahun ini.


Persiapan Program Studi Ilmu Komputer dalam Menjalankan Program MBKM

Sebagai langkah awal menindaklanjuti peluncuran program MBKM dari pemerintah, Program Studi Ilmu Komputer melakukan penyesuaian kurikulum. Dengan diluncurkannya program MBKM, maka kurikulum yang dihasilkan harus mampu mengakomodir fleksibilitas baik dalam proses bpembelajarannya maupun kemampuan lulusannya untuk dapat mengimplementasikan keahliannya secara lintas disiplin. Secara umum, skema dari Kurikulum MBKM Program Studi Ilmu Komputer adalah sebagai berikut:

  • Pada 4 semester pertama, perkuliahan dikonsentrasikan pada penawaran Mata Kuliah Wajib Umum dan Mata Kuliah Inti Keilmuan, dengan total kurang lebih sebanyak 34 mata kuliah (± 95 SKS).

  • Berlandasan pada skema program MBKM. mahasiswa diberikan kebebasan untuk mengambil mata kuliah di luar Program Studi selama 3 semester (yakni semester 5,6,7) yang dapat diekuivalensikan dengan mata kuliah dalam Prodi yang sesuai.

  • Adapun untuk semester 5, mahasiswa diwajibkan untuk mengambil mata kuliah lintas prodi di dalam perguruan tinggi (internal PT), dengan total sebanyak 9 SKS (Lintas Prodi 1, 2, dan 3 masing-masing dengan bobot 3 SKS). Untuk semester 6 dan 7, mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih satu di antara dua pilihan berikut: kembali mengikuti perkuliahan di dalam Prodi dan mengambil program Magang 1 dan Magang 2 (masing-masing dengan bobot 14 SKS), atau mengikuti program MBKM dari pemerintah (misalnya Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Magang Bersertifikat, Riset atau Penelitian, Membangun Desa, dsb.).

  • Pada semester 8, mahasiswa menyusun skripsi sebagai proyek akhir.

Di samping penyesuaian kurikulum Program Studi agar sejalan dengan program MBKM yang disiapkan oleh pemerintah, Program Studi Ilmu Komputer juga aktif menjalin kolaborasi dan kerja sama dengan Perguruan Tinggi lain baik dalam maupun luar negeri, dan Dunia Usaha Duni Industri (DUDI). Didukung oleh Badan Kerjasama dan Kehumasan (BKK) Undiksha, Program Studi Ilmu Komputer bekerja sama dengan Institute Technology of Cambodia, MMSU (Mariano Marcos State University) Philiphines, MCUT (Ming-Chi University of Technology Taiwan), DMMMSU (Don Mariano Marcos Memorial State University, dan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Program yang dijalankan antara lain program student exchange, baik dalam format inbound (mahasiswa luar PT mengikuti perkuliahan yang diselenggarakan oleh Prodi) maupn dalam format outbound (mahasiswa di dalam Prodi mengikuti perkuliahan yang diseleggarakan oleh PT mitra).

Untuk dapat menjalankan program yang dirancang secara efektif dan efisien, Program Studi Ilmu Komputer menyiapkan diri dengan mempersiapkan tenaga pengajar (dosen) untuk siap mengajar di kampus mitra (baik dalam maupun luar negeri), mengintensifkan komunikasi dan kerja sama dengan DUDI, serta senantiasa berkoordinasi dengan BKK Undiksha utamanya terkait dengan program kemitraan dengan PT lain. Di samping itu, Program Studi juga memantau proses diseminasi informasi program MBKM kepada mahasiswa, yang saat ini dilaksanakan oleh UPT PKKM (Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Karir dan Kewirausahaan) Undiksha.


Aspek Pendukung dan Kendala yang Dihadapi Selama Pelaksanaan Program MBKM

Merdeka Belajar untuk Mahasiswa

Pelaksanaan Kurikulum MBKM di Program Studi Ilmu Komputer menjadi satu wujud nyata pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student-centered learning). Hal ini adalah wujud dukungan Program Studi pada usaha pemerintah untuk membangun hard-skill dan soft-skill mahasiswa, guna menciptakan lulusan PT yang unggul dan mampu menjawab tantangan sesuai dengan perkembangan zaman, kemajuan IPTEK, tuntutan DUDI, dan dinamika kehidupan masyarakat. Secara lebih spesifik, dengan kurikulum yang ditawarkan, mahasiswa memiliki kesempatan untuk mengikuti perkuliahan atau program-program di luar PT. Dengan demikian, mahasiswa tidak terkungkung oleh sistem di dalam PT, dan dapat merasakan bagaimana konsep merdeka belajar yang sesungguhnya. Hal ini tentunya berpotensi untuk memberikan keleluasaan bagi mahasiswa dalam menentukan arah masa depan mereka.

Ditinjau dari sisi penyelenggaraan Program Studi, skema MBKM memberikan kesempatan yang lebih luas bagi Prodi untuk melibatkan DUDI/praktisioner dalam pelaksanaan pembelajarannya (sebelum adanya MKBM, ini tidak secara formal dilakukan). Dengan demikian, Prodi memiliki kesempatan untuk memperluas jejaring/networking baik dengan PT lain maupun DUDI. Hal ini tentunya berdampak positif bagi peningkatan kualitas SDM Prodi. Sebab dengan demikian, dosen semakin diberdayakan, misalnya dengan melakukan joint teaching atau pemberdayaan dosen di industri (misalnya sebagai konsultan dan auditor TI).

Namun demikian, terlepas dari berbagai dampak positif yang dirasakan, dalam pelaksanaan program MBKM dalam 2 tahun terakhir ini tentu Prodi dihadapkan pada berbagai kendala. Hal pertama yang nampaknya juga dirasakan oleh sebagian besar pelaksana program (baik di Undiksha maupun PT lain) adalah tidak terdistribusikannya regulasi yang mendetail terkait dengan pelaksanaan program MBKM oleh pemerintah. Kasarnya, dalam hal ini pemerintah terkesan “tergesa-gesa” dalam menjalankan program yang nampaknya belum matang untuk dilaksanakan. Efeknya, pemahaman terkait dengan program MBKM berbeda-beda dan menimbulkan kerancuan. Demi penyesuaian rencana strategis PT dan program MBKM pemerintah, tentunya setiap PT juga memiliki aturannya sendiri. Namun, aturan yang dibuat oleh kelembagaan PT cenderung lemah, karena kemungkinan bertentangan dengan aturan pemerintah. Alhasil, banyak pihak yang tidak siap untuk dapat benar-benar mengimplementasikan program MBKM dengan baik dan sesuai harapan.

Secara umum, dosen memang tidak merasakan dampak negatif secara langsung dari adanya program MBKM. Namun, program-program yang dirancang nampaknya justru “memberatkan” mahasiswa. Sebagai contoh di Program Studi Ilmu Komputer, untuk menyiasati keterlaksanaan program-program MBKM yang disiapkan pemerintah, kurikulum Program Studi Ilmu Komputer dirancang sedemikian rupa agar mahasiswa memperoleh kesempatan penuh untuk mengikuti program MBKM di semester 5, 6, dan 7, dengan cara mengintensifkan perkuliahan di 4 semester pertama. Sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya, dalam 4 semester pertama, mahasiswa dirancang untuk mengambil sebanyak 95 SKS (atau kurang lebih 24 SKS/semester). Hal ini tentu saja memberatkan mahasiswa sebab beban akademik yang dimiliki terlalu tinggi.

Contoh lain misalnya, program pertukaran pelajar dikontrol sepenuhnya oleh pemerintah, terutama dalam hal penentuan PT tujuan studi. Masalah yang terjadi adalah PT pilihan pemerintah tidak sesuai dengan “harapan” mahasiswa serta Prodi. Misalnya saja PT tempat mahasiswa melaksanakan kegiatan pertukaran pelajar memiliki angka akreditasi yang lebih rendah dibandingkan dengan Undiksha. Atau, di PT yang ditunjuk, tidak tersedia Program Studi yang linier dengan Ilmu Komputer, atau yang sesuai dengan harapan dan tujuan mahasiswa. Misalnya saja, terdapat mahasiswa Prodi Ilmu Komputer yang melaksanakan pertukaran pelajar ke salah satu universitas Islam. Namun, mata kuliah yang ditawarkan cenderung ke ranah islam, dan hal ini mengakibatkan mahasiswa kebingungan untuk memilih mata kuliah yang sesuai. Tanpa bermaksud mendiskreditkan PT lain, hal ini tentunya berlawanan dengan tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan program MBKM oleh Program Studi Ilmu Komputer.

Dalam hal pelaksanaan program magang, secara umum tidak ada masalah yang signifikan, karena mahasiswa diberikan keleluasaan untu memilih tempat pelaksanak\an magang. Namun yang terjadi adalah, mahasiswa cenderung memilih tempat yang relatif “mudah untuknya”. Akibatnya terjadi ketidaksinkronan dengan rencana strategis Prodi.Misalnya saja, tempat magang pilihan mahasiswatidak selalu menyediakan program yang terkait dengan Teknologi Informasi. Sebagai contoh, instansi pemerintah (yang berada di bawah Pemkab atau Pemda) memiliki beberapa program yang dapat dilaksanakan mahasiswa, namun tidak dapat dilaksanakan karena kendala pendanaan. Contoh lain misalnya, mahasiswa memilih instansi yang sistemnya sudah bagus, terkendali, dan terpusat (misalnya PLN, Telkom, dsb.), sehingga mahasiswa hanya berperan sebagai pelaksana dan bukan sebagai inisiator atau inovator. Masalah ini memang bukan hanya terjadi sebagai dampak dari program MBKM, sebab di dalam regulasi MBKM itu sendiri sudah dinyatakan jelas bahwa setiap pilihan program yang diambil mahasiswa wajib dikoordinasikan dengan dan mendapat persetujuan dari pembimbing akademik (PA) mahasiswa yang bersangkutan. Akan tetapi, dalam kasus ini, dosen nampaknya menghadapi sedikit dilema, sebab secara konsep, Merdeka Belajar itu sendiri mencakup kemerdekaan mahasiswa untuk memilih apa yang ingin mereka pelajari, dimana mereka belajar, dan bagaimana mereka akan mempelajari itu. Hal ini perlu menjadi perhatian berbagai pihak, untuk memberikan batasan “Merdeka Belajar” kepada mahasiswa.

Dari sisi administratif, pelaksanaan program-program MBKM juga menimbulkan permasalahan. Misalnya dalam hal pembukaan kelas lintas prodi untuk memfasilitasi mahasiswa dari Program Studi lain. Secara regulasi (dari Undiksha), kelas lintas prodi wajib dibuka oleh Prodi, terlepas dari jumlah mahasiswa yang mendaftar dalam kelas tersebut. Di Program Studi Ilmu Komputer bahkan terjadi suatu kali bahwa dalam satu kelas lintas prodi hanya ada 1 mahasiswa yang mengikuti perkuliahan. Hal ini tentu saja sangat tidak efisien ditinjau dari sisi waktu maupun anggaran. Di samping itu, efektivitas pembelajaran tidak terjamin, sebab dengan hanya 1 mahasiswa, maka pembelajaran berbasis student-centered yang ideal tidak terlaksana dengan baik.

Masalah lain yang terjadi, adalah dalam hal penyetaraan program-program MBKM di luar Prodi yang tidak selalu dapat disetarakan. Sebagai contoh, misalnya mahasiswa yang mengikuti pertukaran pelajar di PT lain dan “terpaksa” mengambil mata kuliah Islami (seperti ekonomi syariah, dsb.). Program studi dalam hal ini mengalami kendala untuk penyetaraan mata kuliah, sebab Program Studi Ilmu Komputer tidak menawarkan mata kuliah sejenis, sehingga cenderung memaksakan untuk dapat disetarakan). Di samping itu, dalam hal ini, mahasiswa merasa dirugikan, sebab kompetensi yang diperoleh tidak sesuai dengan tujuan mahasiswa. Alhasil, mahasiswa memilih alternatif untuk mengambil dua mata kuliah sekaligus dalam waktu yang sama, yakni internal Prodi dan luar PT. Skema ini menjadi alternatif yang ditawarkan Program Studi Ilmu Komputer agar dapat memfasilitasi kebutuhan mahasiswa. Namun, tentunya skema ini tidak akan dapat dijalankan apabila perkuliahan diselenggarakan sepenuhnya secara langsung (luar jaringan). Memberatkan mahasiswa? Ya, tentu saja. Namun belum ada pilihan yang lebih baik dari ini. Sekali lagi, ini benar-benar tidak efesien dan tidak efektif, sehingga program ini perlu dievaluasi dengan baik oleh Undiksha bersama-sama dengan pemerintah.


Strategi Penyelesaian Masalah yang Diambil

Program Studi Ilmu Komputer berupaya untuk menciptakan harmoni antara program-program MBKM yang disiapkan pemerintah dengan program-program yang telah dirancang oleh Program Studi, agar dapat dijalankan dengan selaras dan seimbang, serta tidak merugikan banyak pihak. Terkait dengan regulasi, sebagaimana yang diprogramkan oleh Undiksha, program MBKM yang dijalankan Undiksha merupakan program “MBKM Terjaga”. Hal ini ditindaklanjuti oleh Program Studi Ilmu Komputer. Segala proses yang dilakukan mahasiswa terkait dengan program MBKM harus benar-benar dikoordinasikan dengan PA berkoordinasi dengan Korprodi. Secara umum, hal ini sudah berjalan dengan cukup baik. Namun, dalam hal program-program yang turun langsung dari pemerintah, Program Studi tidak dapat berbuat banyak untuk membantu mahasiswa.

Terkait dengan masalah administrasi, saat ini Program Studi menerbitkan SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah) untuk mengantisipasi program-program yang tidak dapat disetarakan dengan mata kuliah dalam kurikulum Prodi. Di samping itu, untuk mengatasi masalah beban akademik mahasiswa di 4 semester pertama, Program Studi Ilmu Komputer akan melakukan revisi kurikulum agar sesuai dengan beban normal mahasiswa.

Akhir kata, pengelola Program Studi Ilmu Komputer memiliki harapan besar agar PT dapat menindaklanjuti berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan, untuk disampaikan kepada pemerintah pusat, demi terjadinya perbaikan program MBKM dari segala aspek. Program Studi Ilmu Komputer tentunya akan selalu berusaha untuk menjawab tantangan yang diberikan terkait dengan program-program yang dirancang, demi terciptanya SDM unggul yang berdaya guna demi masa depan bangsa Indonesia.

Sekian.

Rujukan:

  1. Kurikulum Program Studi Ilmu Komputer Undiksha Tahun 2020
  2. Buku Panduan MBKM oleh Dirjen Dikti Kemendikbud Tahun 2020