My journey part 3: Allez, allez, allez!

Yuk mari kita lanjutkan part terakhir dari thread ini....

Setiap langkah menyusuri bandara Ngurah Rai terasa berat hari itu. Bahkan sejak hari-hari sebelum hari-H. Minggu berganti hari, hari berganti jam, dan rasanya jam berputar terlalu cepat, satu jam segera berubah menjadi menit-menit , dan detik-detik yang terasa saling berkejaran.

Betapa tidak? Sebentar lagi, aku harus segera boarding, segera berpisah dari adik-adik kesayanganku, meninggalkan kedua orang tuaku, terpisah ribuan kilometer dari kekasihku. Dua tahun tentu bukan waktu yang singkat, dan segalanya mungkin akan terasa sangat berat. Begitu yang kurasakan saat itu. Meskipun lebih tiga tahun telah berlalu, namun berbagai kenangan tentang perasaan yang menyelimutiku hari itu masih terukir dengan sangat jelas di ingatanku. Hari itu, tanggal 22 Agustus 2016, adalah hari keberangkatanku ke Prancis. Meski berat rasanya, tapi allez, allez, allez! I have to go, my dream is on the way!

Perjalanan saat itu terasa agak menyesakkan karena pikiranku masih diselimuti kegelisahan, ketakutan tentang akan berada begitu jauh dari Ibu pertiwi, dari tanah kelahiran yang telah memberiku kehidupan selama 24 tahun lamanya. Namun Tuhan selalu berbaik hati padaku. Di kala transit di Dubai, tiba-tiba pihak maskapai meng-upgrade tiketku menjadi kelas bisnis. Jadilah aku menikmati segala fasilitas kelas bisnis yang lumayan ehemm... Ternyata begini rasanya jadi 'orang kaya' 😎️ Terima kasihku ya Emirates!


Pijakan pertama di bumi Napoleon

Tiba di Prancis...

Sekitar 17 jam perjalanan, akhirnya aku menginjakkan kakiku untuk pertama kalinya di negeri Napolen Bonaparte itu. Prancis, dengan menara Eiffelnya yang menarik hati semua orang untuk mengunjunginya. Disinilah aku berada saat ini. Di kota Lyon, di bagian selatan negara Prancis. Segalanya begitu asing bagiku. Tempat baru, orang-orang baru, kehidupan yang benar-benar baru

Saat pertama kali tiba di kota ini, aku belum memiliki teman satu pun. Namun sebelum tiba di kota ini, aku telah mengontak beberapa mahasiswa Indonesia untuk mencari tahu tentang persiapan keberangkatan dan persiapan kehidupan baruku disini. Saat itu, seorang kenalan baik hati dari Vietnam menjemputku di stasiun kereta Gare Part Dieu. Ya, dari bandara Saint Exupery Lyon, kita memang harus menaiki kereta cepat (namanya Rhone express) untuk mencapai pusat kota, yang memakan waktu kurang lebih selama 30 menit.

Xuan, itu adalah nama teman Vietnam-ku ini, yang kemudian menjadi salah satu kawan baikku selama kami bersama-sama di Lyon. Saat itu, karena aku belum mempunya tempat tinggal, dan masalah tempat tinggal ini baru bisa diurus dalam beberapa hari, jadilah aku menumpang di kamar Xuan. Hari pertama di Lyon disibukkan dengan istirahat saja, memulihkan badan dari jetlag. Ini memang bukan kali pertama aku ke Eropa, tapi ya tetap saja, tubuhku sangat-sangat kelelahan. Apalagi saat itu Prancis sedang mengalami musim panas, yang panasnya jauhhhhh dibandingkan Bandung. Jadilah drama jetlag dan kepanasan ini berujung pada diriku yang sakit selama 2 minggu 😪️


Struggling

Hari-hari pertamaku di Lyon diawali dengan kesibukan mengurus tempat tinggal. Saat itu aku beruntung karena bisa mendapatkan dormitory di area kampusku. Meskipun begitu, tetap saja mengurus hal ini tidak mudah. Karena ternyata oh ternyata, di Prancis itu, segala hal yang berbau administrasi dilakukan dalam bahasa Prancis! Aku yang berbekal bahasa Prancis ngepas-pasan itu ya agak kalang kabut juga. Tapi akhirnya setelah mengurus ini itu, beberapa hari kemudian mereka memberikan sebuah kamar untukku. Hanya saja, ini masih kamar sementara, karena kamar yang akan kusewa masih ditempati oleh penghuni lain. Jadi, aku harus menunggu lagi sampai akhir bulan hingga penghuninya keluar.

Selain mengurus kamar, sebagaimana halnya orang yang baru pindahan, aku juga sibuk membeli berbagai perlengkapan dasar untuk hidup, seperti perlengkapan masak, dan kabel RJ45 untuk menyambung LAN, karena di dorm-ku tidak tersedia WIFI. Untuk peralatan dapur, aku beli di Carrefour yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kampusku. Cukup mahal memang, tapi mau bagaimana lagi, aku belum mengenal tempat berbelanja murah di Lyon, dan belum mengenal banyak orang juga. Aku membeli sebuah rice cooker yang harganya 40€ (sekitar Rp600.000,00), wajan, berbagai sendok masak, piring, gelas, mangkok, sendok+garpu, aku lupa detail harganya, pokoknya semuanya lebih dari 100€. Oh ya, aku juga membeli sebuah handuk dan bantal, karena di kamar tidak disediakan bantal. Jadi harus beli sendiri.

Untuk kabel RJ45, setelah bertanya kesana kemari, akhirnya aku bisa menemukannya di FNAC, salah satu toko yang cukup terkenal di Prancis, yang kebetulan menjual berbagai peralatan elektronik. Namun karena laptopku itu bermerk 'apel digigit' alias Macbook, terpaksa aku juga harus membeli adaptornya. Dan harganya alamak, mahal bingitzz, bikin dompet kempes: kabel RJ45 + adaptor harganya 56€ alias lebih dari Rp800.000,00. Gimana, ribet dan mahal kan hidup di Eropa?

Yah jadi beberapa hari itu aku 'tinggal' di kamar sementara-ku itu. Tapi karena aku gabut, setiap hari aku malah menginap di kamar Xuan, hehehe... Di akhir bulan Agustus akhirnya aku mendapatkan kamar baru. Sebuah dormitory yang terdiri dari dua kamar tidur, dengan toilet dan dapur bersama. Happy! Senang sekali rasanya. Maka buru-burulah aku pindah ke kamarku itu. Oh ya, sebelum pindah, kamar sementara-ku yang diberikan sebelumnya wajib dibersihkan. Hal ini sudah menjadi aturan mutlak di Prancis kalau kita menyewa kamar. Kamar yang kita sewa harus ditinggalkan dalam kondisi yang bersih dan rapi seperti sedia kala.

Jadilah seharian itu setelah mendapatkan kamar, aku berberes ria di kamar baruku. Bersih-bersih, karena agak kotor juga, nyapu-nyapu dan mengepel lantai. Mengeluarkan barang-barang dari koper, memasukkannya ke dalam lemari, memasang sprei dan kawan-kawannya. Pokoknya setelah beberapa jam, dormitory-nya sudah bersih dan siap untuk ditempati. Kamar satunya belum diisi, mungkin orangnya belum datang, begitu pikirku. Setelah mandi, aku pun siap merebahkan diri di tempat tidur.

Namun, baru 5 menit bersantai, bel kamarku berbunyi. Kupikir teman sekamar yang datang. Dan memang benar, tapi yang bikin kaget, teman sekamarku ini laki-laki! Apa mungkin salah kamar? Tapi tidak, setelah berdebat cukup lama karena ia tidak kuizinkan masuk, doi menunjukkan bukti-bukti bahwa memang benar ia mendapatkan kamar ini! Alamakk cobaan apa lagi ini?

Aku tidak mengizinkannya masuk, dan mengajaknya ke kantor bagian administrasi apartemen. Bersama dengan kedua orang tuanya, kami menanyakan ke pihak administrasi apakah ada kesalahan, mungkin mereka memberikan kamar yang salah pada mahasiswa itu. Setelah berdiskusi cukup panjang x lebar, ternyata memang benar ada kesalahan. Tapi sialnya, mereka malah meminta aku yang pindah ke kamar lain, dan bukannya dia. Bisa dibayangkan, setelah lelah membersihkan kamar sampai kinclong, sekarang aku harus pindah lagi, dan bersih-bersih lagi, dan beres-beres lagi? 😤️ Tidak terbayang lagi lelahnya. Tolong kembalikan saja aku ke rumah orang tuaku...! 😭️

Tapi ya sudahlah, akhirnya hari itu aku terpaksa tinggal di kamar itu, dan baru pindah keesokan harinya. Kali ini aku mendapatkan kamar yang 'benar'. Tipe yang sama dengan sebelumnya, hanya beda lantai. Teman berbagi atapku adalah mahasiswi dari Ukraina. Kebetulan dia juga kuliah di jurusan yang sama denganku, tapi sudah tahun kedua Master. Cukup menyenangkan nampaknya.


New beginning

Dan hari-hariku sebagai mahasiswa baru di ENS de Lyon pun dimulai. Penuh dengan drama, sedih, gembira, nano-nano rasanya! Nanti akan aku ceritakan di postingan berikutnya.

Oke, begitulah cerita perjalananku sampai di Prancis. Seperti yang tertera di front page blog ini, aku menulis supaya tidak lupa. Semoga ceita ini menjadi kenangan yang indah sejauh memoriku bisa menyimpannya.

Sekian.