My journey part 2: Bandung, kota kenangan, kota perjuangan

Melanjutkan ceritaku yang sebelumnya...

Waktu itu bulan Agustus tahun 2015. Tepat ketika aku memutuskan untuk pindah ke Bandung. Drama kegagalanku mendapatkan beasiswa LPDP itu telah usai, dan aku mulai menata ulang rencana-rencanaku. Keputusanku adalah melanjutkan kuliah Master di jurusan Matematika ITB (Institut Teknologi Bandung).

Tapi, tentu saja aku belum mengubur mimpiku untuk bisa ke Prancis!


PMDSU dan LPDP

Hanya saja, pada saat itu kupikir aku mesti membuka jalan selebar-lebarnya, mencoba peluang seluas-luasnya, menyiapkan semua kemungkinan, dari yang terbaik hingga yang terburuk. Yang kulakukan saat itu, aku mendaftar LPDP lagi untuk periode berikutnya (kalau tidak salah periode Agustus 2015). Kali ini dengan persiapan yang lebih matang. Di saat yang bersamaan aku juga mengikuti seleksi masuk program Master Matematika di ITB dan melamar di program PMDSU (Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul).

Sekedar informasi, PMDSU adalah program percepatan pendidikan yang diberikan kepada lulusan Sarjana yang memenuhi kualifikasi untuk menjadi seorang Doktor dengan masa pendidikan selama 4 tahun yang dibimbing oleh Promotor - kalau tidak salah, di awal program ini berjalan, periodenya adalah 5 tahun. Prosedurnya, promotor mengajukan proyek ke Dirjen DIKTI (Pendidikan Tinggi). Kemudian, dosen bersangkutan akan merekrut sekitar 3 orang mahasiswa untuk turut menjalankan proyek tersebut dalam jangka waktu studi yang ditentukan, tentunya dengan mendapat pembiayaan dari DIKTI. Dalam kasusku, jika berhasil lulus dalam program itu, aku akan melaksanakan perkuliahan di ITB setidaknya selama 5 tahun (2 tahun Master + 3 tahun percepatan Phd program), dengan full beasiswa.

Jadi intinya, ada 2 program beasiswa yang kuajukan dalam waktu bersamaan. Nothing to lose. Kalau dapat keduanya, bersyukur. Tidak dapat keduanya pun bersyukur - dan segera bangkit untuk mencoba lagi. Perempuan itu harus tangguh! 💪️

Tes seleksi tahap kedua LPDP, yaitu wawancara dan FGD (Focus Group Discussion) diselenggarakan tepat beberapa hari sebelum perkuliahan di ITB dimulai. Pada saat itu, aku memilih untuk mengikuti tes wawancara di Bandung. Segalanya berjalan dengan baik, setidaknya itu yang kurasakan pada saat melaksanakan tes (FYI, nanti akan kubuat thread khusus tentang proses seleksi LPDP ini). Berdasarkan jadwal, hasil tes diumumkan kalau tidak salah dalam waktu 3-4 minggu setelah proses wawancara.

Singkat cerita, perkuliahan di ITB dimulai. Di awal perkuliahan, aku sempat berkomunikasi via email dengan calon promotor-ku untuk program PMDSU, yang merupakan dosen Matematika ITB dengan bidang keahlian Teori Graf. Ada beberapa orang yang mendaftar untuk program beliau (sekitar 5-6 orang, aku tidak ingat pasti). Oh ya, karena aku mendaftar program PMDSU, jadi aku diberi keringanan oleh pihak kampus untuk penundaan pembayaran biaya kuliah (sekitar Rp. 9.000.000 per semester), setidaknya sampai hasil PMDSU diumumkan. Sebab jika pengajuan PMDSU-ku diterima, maka pembiayaan biaya kuliah sepenuhnya menjadi tanggungan DIKTI.


Pengalaman baru sebagai anak rantau

Institut Teknologi Bandung (pict from mbah google)

Pergi ke Bandung adalah pengalaman pertamaku merantau. Selama kurang lebih 23 tahun aku tinggal di Bali, di rumah, bersama orang tua. Yah, aku memang sangat dependen, nempel terus sama emak bapak. Dulu saat lulus dari SMA, sebenarnya aku sangat ingin melanjutkan kuliah di luar Bali (iri karena hampir semua temanku kuliah di Jawa, maapkeun...😅️).

So, moving in Bandung was totally a new experience. Sebelum berangkat, aku sudah mendapat petuah panjang x lebar dari ayahku agar hati-hati di kota orang. Beruntungnya, saat itu aku sudah memiliki beberapa teman di Bandung. Sebagian adalah kenalanku saat dulu mengikuti olimpiade Matematika, sebagian adalah teman yang kutemui saat mengikuti SEAMS School di Hanoi, sebagian adalah kenalan baru. Jadi segala proses yang berhubungan dengan kampus berjalan lancar-lancar saja.

Satu minggu perkuliahan berjalan dengan baik, tanpa halangan, tanpa hambatan...

Kecuali, lagi-lagi ada sedikit drama yang terjadi. Kuceritakan saja disini, karena menurutku, it's worth to tell, sebagai pelajaran bagi yang baru belajar merantau.

Suatu ketika aku keluar dengan seorang teman, namanya Nona Y. Aku memintanya untuk mengantarku membeli beberapa barang. Kami naik motor, berboncengan, aku yang mengendarai, berbekal google maps. Tak disangka, di tengah perjalanan pulang, kami ditabrak oleh seorang pengendara lain saat kami hendak menyeberang di persimpangan jalan.

Malam itu, sekitar pukul 21.30 WIB kami mengalami kecelakaan.

Aku sedikit mengalami luka di bagian kaki. Setidaknya tidak separah temanku itu. Dia terluka di beberapa bagian wajahnya. Si pengendara kabur - meskipun akhirnya dia tertangkap karena mengalami kecelakaan lagi ketika berusaha kabur. Aku yang anak bawang, belum genap seminggu di Bandung, tentu saja panik. Plus, motor itu adalah pinjaman. Beruntung akhirnya si pengendara bertanggung jawab dan kerabatnya mengantar kami ke klinik. Tidak ada yang parah, kecuali... dokter merujuk temanku untuk melakukan rontgen di rumah sakit.

Keesokan harinya, sepulang mengantarkan Nona Y ini untuk rontgen, kami kuliah. Tragedi lain terjadi. Aku kecopetan, sebuah tablet. Lengkap sudah deritaku. Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula, dan tangganya berduri. Alamakkk, karena kecerobohan itu, aku menjadi bulan-bulanan omelan si bapak. 😞️


Pelangi datang seusai hujan

Tapi kata pepatah, setelah hujan akan datang pelangi.

ABenar kata pepatah itu, seminggu kemudian datanglah pelangi untukku. Aku mengambil cuti kuliah selama satu minggu untuk mengikuti Summer School di Ho Chi Minh city, Vietnam. Saat di Ho Chi Minh, seorang teman mengabari bahwa pengajuan PMDSU-ku diterima. berdasarkan informasi dari temanku, aku harus memberikan jawaban paling lambat keesokan harinya, apakah akan menerima penawaran tersebut atau tidak, sebab ada beberapa orang yang termasuk ke dalam waiting list.

Seneng banget, of course! Tapi di sisi lain, aku juga khawatir jika salah mengambil keputusan. Hasil seleksi LPDP akan diumumkan dalam waktu dekat, kurang lebih 2-3 hari lagi.

Jika aku menerima tawaran PMDSU, ada kekhawatiran akan lolos seleksi LPDP - ini berarti aku mungkin akan berangkat ke Prancis, dan akhirnya menolak PMDSU, dan tentu saja ada kemungkinan akan mengorbankan beberapa mahasiswa yang ada di waiting list PMDSU.

Jika aku menolak tawaran PMDSU adalah ketakutan akan tidak lolos seleksi LPDP, yang berarti it might be the worst decision ever.

It wasn't easy to choose. Memilih di antara semua pilihan yang baik itu tidak mudah. Fyuhhh...

Beberapa manusia memang serakah... dan aku mungkin adalah salah satu manusia itu. Karena akhirnya aku memilih PMDSU. Bagiku itu pilihan terbaik yang bisa diambil pada saat itu. Apa yang menjadi kekhawatiranku pun terjadi. Aku juga lolos LPDP (which is good and I was really grateful for that), dan namaku sebagai penerima PMDSU tidak bisa digantikan oleh orang lain karena sudah diajukan ke Dirjen DIKTI, dan aku memilih LPDP.

I don't know whether I had done a good thing or a completely bad thing. So my deepest apologies goes to all parties who have been aggrieved by my decision. 🙏️

However, life is full of choices, so we must choose wisely. Just keep in mind that every choice comes with a consequence.

Bersambung...